MAKALAH FONOLOGI BAHASA INDONESIA
BUNYI SEGMENTAL DAN BUNYI PENGIRING
Oleh :
Kelompok III
1.
Iin Fitriyani
2.
Murdiana
3.
Mulia Citra Dewi
Kelas : ID3A
Dosen Pembimbing : Hastari Mayrita M,pd.
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
BINA DARMA PALEMBANG
2014/2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur
kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia,
serta taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah “Fonologi
Bahasa Indonesia” ini sebatas pengetahuan dan kemampuan yang kami
miliki. Kami juga berterima
kasih pada Ibu Hastari Mayrita, M.Pd. selaku dosen mata
kuliah yang telah memberikan tugas ini.
Kami sangat
berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kita mengenai Bunyi Segmental Dan Bunyi Pengiring. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam
tugas ini terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang kami harapkan.
Semoga
makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya
makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang
yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan
kata-kata yang kurang berkenan dan kami
memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.
Palembang,
22 November 2014
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang
Dalam kehidupan sosialnya, manusia saling
berhubungan antara satu sama lain. Dalam hal ini perlu adanya sebuah
komunikasi. Kebutuhan
berkomunikasi itupun semakin kompleks seiring dengan perkembangan zaman dan
kebudayaan manusia. Sehingga keadaan tersebut menempatkan bahasa sebagai
alat komunikasi manusia pada posisi yang paling penting.
Agar komunikasi tersebut berjalan dengan baik, kedua belah pihak memerlukan bahasa yang dapat dipahami bersama. Wujud bahasa yang utama adalah bunyi. Bunyi-bunyi tersebut disebut bunyi bahasa. Dalam pengucapannya, bunyi-bunyi bahasa dapat disegmentasikan atau dipisah-pisahkan (bunyi segmental), dalam bunyi yang dapat disegmentasikan itu terdapat unsur-unsur yang menyertainya sehingga disebut bunyi segmental.
Agar komunikasi tersebut berjalan dengan baik, kedua belah pihak memerlukan bahasa yang dapat dipahami bersama. Wujud bahasa yang utama adalah bunyi. Bunyi-bunyi tersebut disebut bunyi bahasa. Dalam pengucapannya, bunyi-bunyi bahasa dapat disegmentasikan atau dipisah-pisahkan (bunyi segmental), dalam bunyi yang dapat disegmentasikan itu terdapat unsur-unsur yang menyertainya sehingga disebut bunyi segmental.
Oleh karna itu, dianggap penting untuk mengkaji
mengenai bunyi-bunyi segmental tersebut. Guna memperoleh pemahaman yang lebih
mendalam.
2.
Rumusan
Masalah
1. Bunyi segmental
2. Bunyi pengiring atau sertaan
3.
Tujuan
Penulisan
1. Mengetahui bunyi-bunyi segmental.
2. Mengetahui bunyi-bunyi pengiring atau sertaan.
BAB II
PEMBAHASAN
BUNYI SEGMENTAL DAN BUNYI PENGIRING
A.
Bunyi Segmental
Pengertian
Bunyi Segmental Menurut Para Ahli
Menurut Muslich,
Masnur. 2008. Bunyi segmental ialah bunyi yang dihasilkan oleh pernafasan, alat
ucap dan pita suara. Menurut Abdul chaer. 2009.
Bunyi segmental ialah bunyi ujar bahasa yang terdiri dari segmen-segmen
tertentu. Menurut Imam-suhairi
. 2009. Bunyi segmental mengacu pada pengertian bunyi-bunyi yang dapat
disegmentasi/dipisah-pisahkan. Kata matang misalnya, dapat disegmentasi menjadi
/m/,/a/,/t/,/a/,/n/,/g/. Jelas bunyi-bunyi tersebut menunjukkan adanya fonem.
Dengan demikian, sebenarnya bunyi-bunyi bahasa yang telah diuraikan sebelumnya
adalah bunyi segmental.
Dasar
Klasifikasi Bunyi Segmental
Masnur.
2008. Klasifikasi bunyi segmental didasarkan berbagai macam keriteria, yaitu
1.
Ada Tidaknya Gangguan
Yang
dimaksud “ gangguan ” adalah penyempitan atau penutupan yang dilakukan oleh
alat-alat ucap atas arus udara dalam pembentukan bunyi. Dilihat dari ada
tidaknya gangguan ketika bunyi diucapakan, bunyi di kelompokkan menjadi dua,
yaitu:
a.
Bunyi vokoid yaitu bunyi yang
dihasilkan tanpa melibatkan penyempitan atau penutupan pada daerah artikulasi.
Contoh bunyi vokoid menurut Daniel Jones terdapat padada bunyi vocal:
·
Vocal (i) * vocal (a)
·
Vocal (u) * vocal (o)
·
Vocal (e) * vocal (α)
b.
Bunyi kotoid yaitu bunyi yang
dihasilkan dengan melibatkan penyempitan atau penutupan pada daerah artikulasi.
Contoh terdapat pada bunyi vocal
(m), (n), dll
2.
Mekanisme Udara
Yang dimaksud
mekanisme udara adalah dari mana datangnya udara yang menggerakkan pita suara
sebagai sumber bunyi. Dilihat dari kriterianya bunyi-bunyi bahasa bisa
dihasilkan dari tiga kemungkinan mekanisme udara.
a.
Mekanisme udara pulmonis, yaitu
udra yang dari paru-paru menuju keluar.
Contohnya terdapat pada hampir semua bunyi bahasa di dunia.
b.
Mekanisme udara laringal atau
faringal, yaitu udara yang datang dari laring atau faring.
c.
Mekanisme udara oral, yaitu udara
yang datang dari mulut.
3.
Arah Udara
Dilihat dari arah udara
ketika bunyi dihasilkan, bunyi di kelompokan menjadi dua, yaitu:
a. Bunyi egresif, yaitu bunyi yang dihasilkan dari arah udara menuju keluar
melalui rongga mulut atau rongga hidung.
b. Bunyi ingresif, yaitu bunyi yang dihasilkan dari arah udara masuk kedalam
paru-paru.
4.
Pita Suara
Dilihat dari bergetar tidaknya pita
suara ketika bunyi dihasilkan bunyi dapat di kelompokkan menjadi dua, yaitu:
a.
Bunyi mati atau bunyi tak
bersuara, yaitu bunyi yang dihasilkan dengan pita suara tidak melakukan gerakan
membuka menutup shingga getarannya tidak signifikan. Contoh : bunyi (k), (p),
(t), (s).
b.
Bunyi hidup atau bunyi bersuara,
yaitu bunyi yang dihasilkan dengan pita suara melakukan gerakan membuka dan
menutup secara cepat sehingga bergetar secara signifikan. Contoh : bunyi (g),
(b), (d), (z).
5.
Lubang Lewatan Udara
Dilihat dari
lewatan udara ketika bunyi dihasilkan, bunyi dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:
a.
Bunyi oral, yaitu bunyi yang
dihasilkan dengan cara udara keluar melalui rongga mulut, dengan
menutupkan velik pada dinding faring. Contoh: bunyi (k)
b. Bunyi nasal, yaitu bunyi yang dihasilkan dengan cara udara keluar
melalui rongga hidung , dengan menutup rongga mulut dan membuka velik
lebar-lebar. Contoh: bunyi (m)
c. Bunyi sengau, yaitu bunyi yang dihasilkan dengan cara udara keluar dari rongga
mulut dan rongga hidung, dengan membuka velik sedikit.
Misalnya
terdapat pada bunyi “bindheng”(istilahjawa)
6.
Mekanisme Artikulasi
Yang dimaksud
mekanisme artikulasi adalah alat ucap mana yang bekerja atau bergerak ketika
menghasilkan bunyi bahasa. Berdasarkan kriteria ini, bunyi dikelompokkan
sebagai berikut:
a.
Bunyi bilabial, yaitu bunyi yang
dihasilkan oleh keterlibatan bibir (labium) bawah dan bibir (labium ) atas. Misalnya:
bunyi (p), (b), (m), dan
(w)
b.
Bunyi labio-dental, yaitu bunyi yang
dihasilkan oleh keterlibatan bibir (labium) bawah dengan gigi (dentum)atas. Misalnya
: bunyi (f), dan (v)
c.
Bunyi apiko dental,yaitu bunyi
yang dihasilkan oleh keterlibatan lidah (apeks) dan gigi(dentum) atas. Misalnya
: bunyi (t) pada ( pintu) , (d) pada (dadi), dan (n) pada (minta)
d.
Bunyi apiko-alveolar, yaitu bunyi
yang dihasilkan oleh keterlibatan ujung lidah (apeks) dan gusi (alveolum) atas.
Misalnya : (t) pada (pantun), (d) pada (dudU?), dan (n) pada (nama)
e.
Bunyi lamino-palatal, yaitu bunyi
yang dihasilkan oleh keterlibatan tengah lidah (lamina) dan langit-langit keras
(palatum). Misalnya : (c), (j), (ñ), (Š)
f.
Bunyi dorso-velar, yaitu bunyi
yang dihasilkan oleh keterlibatan pangkal lidah (dorsum) dan langit-langit
lunak (velum). Misalnya : (K), (g), (x), (η)
g.
Bunyi dorso-uvular, yaitu bunyi
yang dihasilkan oleh keterlibatan pangkal lidah (dorsum) dan anak tekak
(uvula). Misalnya: (q), dan (R).
h.
Bunyi laringal, yaitu bunyi yang
dihasilkan oleh keterlibatan tenggorok (laring). Misalnya: (h).
i.
Bunyi glotal, yaitu bunyi yang
dihasilkan oleh keterlibatan lubang atau clah (glotis) pada pita suara. Misalnya:
(?) hamzah
7.
Cara Gangguaan
Dilihat dari
cara gangguan arus udara oleh artikulator ketika bunyi diucapkan, bunyi dapat
dikelompokkan sebagai berikut.
a.
Bunyi stop (hambat), yaitu bunyi
yang dihasilkan dengan cara arus udara ditutup rapat sehingga udara terhenti
seketika, lalu dilepaskan kembali secara tiba-tiba. Tahap pertama (penutupan)
disebut implosif (stop implosif), tahap kedua (pelepasan) disebut eksplosif
(stop eksplosif). Misalnya: (p) pada (atap’) disebut bunyi implosive, (p) pada
(paku) disebut bunyi eksplosif. Contoh
bunyi stop lainnya: (b), (t), (d), (k), (g), (?).
b.
Bunyi kontinum (alir), kebalikan
dari bunyi stop, yaitu bunyi yang dihasilkan dengan cara arus udara tidak
ditutup secara total sehingga arus udara tetap mengalir.berarti, selain
bunyi-bunyi stop merupakan bunyi kontinum, seperti, bunyi afrikatif, frikatif,
tril dan lateral.
c.
Bunyi afrikatif (panduan), yaitu
bunyi yang dihasilkan dengan cara arus udara ditutup rapat, tetapi kemudian
dilepaskan secara berangsur. Misalnya, (c), dan (j)
d.
Bunyi frikatif (geser), yaitu
bunyi yang dihasilkan dengan cara arus udara dihambat sedemikian rupa sehingga
udara tetap dapat keluar. Misalnya, (f), (v), (s), (z), (Š), (x).
e.
Bunyi tril (getar), yaitu bunyi
yang dihasilkan denagn cara arus udara ditutup dan dibuka berulang-ulang secara
cepat. Misalnya, (r), dan (R)
f.
Bunyi lateral (sampingan), yaitu
bunyi yang dihasilkan dengan cara arus udara ditutup sedemikian rupa sehingga
udara masih bias keluar melalui salah satu atau kedua sisinya. Misalnya, (l)
pada (lima).
g.
Bunyi nasal (hidung),yaitu bunyi
yang dihasilkan dengan cara arus udara yang lewat rongga mulut ditutup rapat,
tetapi arus udara dialirkan lewat rongga hidung. Misalnya, (m), (n), (ñ), (η).
8.
Tinggi-Rendahnya Lidah
Dilihat dari tinggi rendahnya
lidah ketika bunyi diucapkan, bunyi dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu:
a.
Bunyi tinggi, yaitu bunyi yang
dihasilkan dengan cara posisi lidah meniggi, mendekati langit-langit keras.
Misalnya, (i) pada (kita), (u) pada (hantu).
b.
Bunyi agak tingggi, yaitu bunyi
yang dihasilkan dengan cara posisi lidah meninggi, sehingga agak mendekati
langit-langit keras. Misalnya, (e) pada lele, (o) pada (soto).
c.
Bunyi tengah, yaitu bunyi yang
dihasilakan dengan cara posisi lidah di tengah. Misalnya, ( )
d.
Bunyi agak rendah, yaitu bunyi
yang dihasilkan dengan cara posisi lidah agak merendah, sehingga agak menjauhi
langit-langit keras. Misalnya, (ε)pada kata (p ε p ε?), (ε) pada kata (ε l ε?),
(О) pada (jOrO?), (O) pada (pOkO?).
e.
Bunyi rendah, yaitu bunyi yang
dihasilkan dengan cara posisi lidah merendah, sehingga jauh dari langit-langit
keras. Misalnya, (a)pada (bata), (a) pada (armada), (α) pada (allαh), (α) pada
(rαhmat).
9.
Maju Mundurnya Lidah
Dilihat dari maju
mundurnya lidah ketika bunyi diucapkan, bunyi dapat dikelompokkan menjadi tiga,
yaitu:
a.
Bunyi depan, yaitu bunyi yang
dihasilkan dengan cara bagian depan lidah dinaikkan. Misalnya, (i), (ī),(e),
(ε), (a).
b.
Bunyi pusat, yaitu bunyi yang
dihasillkan dengan cara lidah merata., tidak ada bagian lidah yang dinaikkan.
Misalnya, ( )
c.
Bunyi belakang, yaitu bunyi yang
dihasilkan dengan cara bagian belakang lidah dinaikkan. Misalnya, (u), (U),
(o), (O), (α).
10. Bentuk Bibir
Dilihat dari bentuk bibir ketika
bunyi diucapkan, bunyi dapat dikelompokkan menjadi dua, yiatu:
a.
Bunyi bulat, yaitu buunyi yang
dihasilkan dengan cara posisi bibir berbentuk bulat. Misalnya, (u), (U), (o),
(O), (α).
b.
Bunyi tidak bulat, yaitu bunyi
yang dihasilkan dengan cara posisi bibir merata atau tidak bulat. Misalnya,
(i), (ī),(e), (ε), (a).
Deskripsi
Bunyi Segmental Bahasa
Indonesia
Masnur. 2008. Bunyi segmental, baik vokoid maupun kontoid, yang diucapkan
oleh penutur bahasa Indonesia sangat variatif, apalagi setelah diterapkan dalam
berbagai distribusi dan lingkungan. Tetapi, paling tidak jumlah dan variasi
bunyi tersebut biasa di deskripsikan sebagai berikut.
1. Bunyi Vokoid
Bunyi
|
Ciri-ciri
|
Contoh kata
|
(i)
|
Tinggi, depan, tak bulat
|
(bila) ’bila’
|
(ī)
|
Agak tinggi, tak bulat
|
(ad ī?) ‘adik’
|
(e)
|
Tengah, depan, tak bulat
|
(ide) ‘ide’
|
(ε)
|
Agak rendah, depan, tak bulat
|
(n ε n ε?) ‘nene?’
|
(a)
|
Rendah, depan, tak bulat
|
(cari) ‘cari’
|
(u)
|
Tinggi, belakang, tak bulat
|
(buku) ‘buku’
|
(U)
|
Agak tinggi, belakang, bulat
|
(batU?) ‘batuk’
|
(o)
|
Tengah, belakang, bulat
|
(toko) ‘toko’
|
(O)
|
Agak rendah, belakang, bulat
|
(tOkOh) ‘tokoh’
|
(α)
|
Rendah, belakang, bulat
|
(allαh) ‘allah’
|
( )
|
Tengah, pusat, tak bulat
|
( mas) ‘emas’
|
2. Bunyi kontoid
Bunyi
|
Ciri-ciri
|
Contoh kata
|
(p)
|
Mati, oral, bilabial, plosif
|
(paku) ‘paku’
|
(b)
|
Hidup, oral, bilabial, plosif
|
(baru) baru‘
|
(t)
|
Mati, oral, apiko-dental,
plosif
|
(tidUr) ‘tidur’
|
(d)
|
Hidup, oral, apiko-dental,
plosif
|
(dari) ‘dari’
|
(k)
|
Mati, oral, velar, plosive
|
(kaku) ‘kaku’
|
(g)
|
Hidup, oral, velar, plosif
|
(gali) ‘gali’
|
(?)
|
Mati, oral, glottal, plosif
|
(jara?) ‘jara?’
|
(c)
|
Mati, oral, lamino-palatal,
aprikatif
|
(ciri) ‘ciri’
|
(j)
|
Hidup, oral, lamino-palatal,
aprikatif
|
(jara?) ‘jara?’
|
(f)
|
Mati, oral, labio-dental,
prikatif
|
(final) ‘final’
|
(s)
|
Mati, oral, apiko-alveolar,
frikatif
|
(satu) ‘satu’
|
(z)
|
Hidup, oral, apiko-alveolar,
frikatif
|
(zaman) ‘zaman’
|
(Š)
|
Mati, lamino-valatal, frikatif
|
(Šarat) ‘syarat’
|
(x)
|
Mati, oral, frikatif
|
(xas) ‘khas’
|
( )
|
Hidup, oral, velar, frikatif
|
(tabli ) ‘tabligh’
|
(h)
|
Mati, oral, laringal, frikatif
|
(tahan) ‘tahan’
|
(l)
|
Hidup, oral, apiko-alveolar,
tril
|
(lama) ‘lama’
|
(m)
|
Hidup, nasal, bilabial
|
(makan) ‘makan’
|
(n)
|
Hidup, nasal, apiko-dental
|
(minta) ‘minta’
|
(n)
|
Hidup, nasal, apiko-alpeolar
|
(tanam) ‘tanam’
|
(ñ)
|
Hidup, nasal, lamino-palatal
|
(ñala) ‘nyala’
|
(η)
|
Hidup, nasal, velar
|
(ηilu) ‘ngilu’
|
(w)
|
Mati, oral, bilabial
|
(waktu) ‘waktu’
|
(y)
|
Mati, oral, lamino-palatal
|
(yatim) ‘yatim’
|
B. Bunyi Pengiring Atau Sertaan
Bunyi pengiring adalah bunyi yang ikut
serta muncul ketika bunyi utama dihasilkan. Hal ini disebabkan oleh
ikut sertanya alat-alat ucap lain ketika alat ucap pembentuk bunyi utama
difungsikan. Oleh
karena itu, ada
yang mengistilahkan koartikulasi atau
artikulasi sertaan, yaitu pengucapan dua
bunyi yang berurutan secara tumpang-tindih yang kualitasnya berbeda dari
deretan bunyi yang diucapkan secara normal atau sempurna.
Bunyi-bunyi sertaan atau pengiring ini
dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1.
Bunyi ejektif, yaitu bunyi sertaan
yang dihasilkan dengan cara glotis ditutup sebelum dan sewaktu bunyi utama
diucapkan, sehingga
ketika glotis dibuka terdengar bunyi global [V].
2.
Bunyi klik, yaitu bunyi sertaan
yang dihasilkan dengan cara lidah belakang
menempel rapat pada velum sebelum dan sewaktu bunyi utama diucapkan, sehingga ketika
penempelan pada velum dilepas terdengar bunyi [Kk].
3.
Bunyi aspriasi, yaitu bunyi sertaan
yang dihasilkan dengan cara arus udara yang keluar lewat mulut terlalu keras
sehingga terdengar bunyi [Kh].
4.
Bunyi eksplosif (bunyi lepas), yaitu bunyi sertaan
yang dihasilkan dengan cara arus udara dilepaskan kembali setelah dihambat
total. Lawannya adalah bunyi implosive (bunyi tak lepas).
5.
Bunyi retrofleksi, yaitu bunyi sertaan
yang dihasilkan dengan cara ujung lidah ditarik ke belakang [Kr].
6.
Bunyi labialisasi, yaitu bunyi sertaan
yang di hasilkan dengan cara kedua bibir dibulatkan dan disempitkan
segera/ketika bunyi utama diucapkan.
7.
Bunyi palatalisasi, yaitu sertaan yang
dihasilkan dengan cara lidah tengah dinaikkan mendekati langit-langit keras (palatum) segera/ketika
diucapkan sehingga terdengar bunyi [Ky].
8.
Bunyi glotalisasi, yaitu bunyi sertaan
yang dihasilkan dengan cara glotis ditutup sesudah bunyi utama diucapkan
sehingga terdengar bunyi [V].
9.
Bunyi nasalisasi, yaitu bunyi sertaan
yang dihasilkan dengan cara
memberikan kesempatan arus udara melalui rongga hidung sebelum/sesaat
artikulasi bunyi utama.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan :
Berdasarkan penjelasan diatas,
kami dapat menarik kesimpulan bahwa bunyi segmental merupakan salah satu ilmu
fonologi yang sangat penting dalam ilmu bahasa yang berfungsi sebagai alat
komunikasi. Karena dengan adanya bunyi segmental, maka kita dapat membedakan
makna kata dalam setiap ucapan maupun pendengaran.
Dalam penuturan bahasa Indonesia
tinggi rendahnya (nada) suara tidak fungsional atau tidak membedakan
makna. Berbeda dengan nada, tekanan dalam tuturan bahasa Indonesia berfungsi
membedakan maksud dalam tataran kalimat (sintaksis), tetapi tidak berfungsi
membedakan makna dalam tatarankata (leksis). Tidak jauh berbeda dengan tekanan,
durasi atau panjang-pendek ucapan dalam bahasa Indonesia tidak fungsional
dalam tataran kalimat. Untuk jeda biasanya dilambangkan dengan tanda
titik (.). Sedangkan Intonasi merupakan
kerja sama antara nada, tekanan, durasi, dan perhentian-perhentian yang
menyertai suatu tutur, dari awal hingga ke perhentian terakhir yang berarti
unsur-unsur ini memiliki keterkaitan satu sama lain.
Bunyi
pengiring adalah bunyi yang ikut serta muncul ketika bunyi utama dihasilkan. Bunyi-bunyi sertaan
atau pengiring ini dapat dikelompokkan sebagai berikut: bunyi ejektif, bunyi klik, bunyi aspriasi, bunyi
eksplosif (bunyi
lepas), bunyi
retrofleksi, bunyi
labialisasi, bunyi
palatalisasi, bunyi
glotalisasi, bunyi
nasalisasi.
Saran :
Adapun yang dapat penulis sarankan agar kita bisa memahami lebih jauh bagaimana
peran dan kiprah bunyi-bunyi suprasegmental adalah dengan cara kita harus bisa
membedakan unsur-unsur suprasegmental tersebut dalam tuturan bahasa Indonesia
dimana unsur-unsur tersebut memiliki keterkaitan satu sama lain.
DAFTAR PUSTAKA
Chaer,Abdul.2009.Fonologo
Bahasa Indonesia. Jakarta:Rineka Cipta.
http://rahmanattamimi.blogspot.com/2012/06/makalah-fonologi.html
http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&ved=0CB0QFjAA&url=http%3A%2F%2Fmegawulannisa.files.wordpress.com%2F2011%2F07%2Fbab-5-fonologi.docx&ei=s41wVOKHLce1uASG8oGoCw&usg=AFQjCNGfSRQcJKJ6HOGKKK6_omsew1oiEg&bvm=bv.80185997,d.c2E
Tidak ada komentar:
Posting Komentar