MAKALAH BERBICARA II
PERASAAN TAKUT DAN CEMAS DALAM
BERPIDATO
Oleh :
Kelompok III
1. Iin
Fitriyani
2. Wartinah
Dosen Pembimbing:Ayu Puspita Indah Sari M,pd.
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
BINA DARMA PALEMBANG
2014/2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur
kehadirat Allah SWT, karna rahmat dan hidayah-Nya, penyusunan makalah ini bisa
diselesaikan. Untaian sholawat dan salampun tidak lupa dituturkan tertuju
kepada junjungan kita, Baginda Nabi Muhammad SAW. Kami tidak hanya bersyukur
kepada-Nya saja tetapi kami mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang
telah membantu kami.
Kami membuat
makalah ini bertujuan untuk menyelasaikan tugas yang diberikan oleh dosen. Dari
pembuatan makalah ini tidak hanya menyelesaikan tugas, tetapi bertujuan
menambah pengetahuan dan wawasan kita yang berkaitan dengan Perasaan Takut dan Cemas dalam Berpidato.
Kiranya
makalah ini bisa menambah pengetahuan bagi pembaca. Meski begitu, penulis sadar
bahwa makalah ini perlu untuk dilakukan perbaikan dan penyempurnaan. Untuk itu,
saran dan kritik yang membangun dari pembaca akan kami terima dengan senang
hati.
Palembang, 10 November 2014
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
……………………………………………..……… 1
DAFTAR ISI ………………………………………………………………. 2
BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………. 3
1. Latar Belakang Masalah …………………..………………………….….. 3
2. Rumusan Masalah……………………………………………………..….. 4
3. Tujuan ..…………………………………….……………………..……… 4
BAB II PEMBAHASAN ……………………………………………….….. 5
1. Sebab-Sebab Utama Rasa Takut Dan Cemas……………………..………. 5
2. Cara Mengatasi Rasa Takut Dan Cemas…………………………..…..….. 6
BAB III KESIMPULAN …………………………………………….…….. 9
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………..….. 10
DAFTAR ISI ………………………………………………………………. 2
BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………. 3
1. Latar Belakang Masalah …………………..………………………….….. 3
2. Rumusan Masalah……………………………………………………..….. 4
3. Tujuan ..…………………………………….……………………..……… 4
BAB II PEMBAHASAN ……………………………………………….….. 5
1. Sebab-Sebab Utama Rasa Takut Dan Cemas……………………..………. 5
2. Cara Mengatasi Rasa Takut Dan Cemas…………………………..…..….. 6
BAB III KESIMPULAN …………………………………………….…….. 9
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………..….. 10
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Rasa takut dan
cemas yang sering kali membuat kita gugup ketika kita hendak berbicara kepada
orang publik merupakan gejala alami manusia. Setiap manusia mengali hal itu.
Gejalanya bisa bermacam-macam: bibir kering, perut mual, keringat dingin, lutut
gemetar, detak jantung makin berdebar-debar dan macam-macam lagi karena setiap
orang mengalami gejala yang berbeda-beda.
Rasa takut dan
cemas seperti itu sebaiknya dianggap sebagai sesuatu yang positif saja, karena
hal ini menandakan bahwa dalam diri kita ada kesadaran bahwa tidak semua hal
terjadi secara rutin. Selain itu memberi tanda pada kita bahwa kita tidak
menilai diri sendiri lebih dari yang sebenarnya: kita bersikap realistis. Di
lain pihak, rasa takut dan cemas justru menandakan bahwa orang memiliki
kesadaran akan keberhasilan. Rasa takut dan cemas bukan menunjukkan bahwa orang
yang bersangkutan tidak bisa atau tidak sanggup.
Rasa takut dan
cemas sebelum berpidato (atau bicara di depan umum) tidak bisa dilenyapkan sama
sekali; sama halnya dengan cinta murni yang tak bisa lepas dari perasaan curiga
dan was-was. Namun seseorang yang pandai berbicara di depan umum dapat
mengatasi rasa takut dan cemas itu, sehingga tidak lagi menjadi beban yang
melumpuhkan baginya, namun sebagai aba-aba supaya orang dapat mencapai hasil
yang lebih baik lagi.
Bila orang
tidak memiliki rasa takut dan cemas, maka mudah sekali ia menjadi orang yang
sombong, takabur, tanpa perasaan, terlalu menganggap diri hebat. Ia juga akan
kurang mempedulikan situasi dan kebutuhan pendengar/publiknya, dan justru di
sanalah terletak bahaya kegagalan dalam berpidato.
Dengan demikian
rasa takut dan cemas menjadi “peringatan” bagi kita supaya kita mempersiapkan
lebih sungguh-sungguh lagi sebelum tampil berpidato/bicara di depan umum. Rasa
takut dan cemas mengajarkan pada kita akan sikap rendah hati. Kerendahan hati
menjadi sikap dasar, spirit bagi public speaker karena dia menjadi pusat
perhatian bagi banyak orang.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa saja sebab-sebab utama rasa takut dan cemas.
2.
Bagaimana cara mengatasi rasa
takut dan cemas.
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui sebab-sebab utama rasa
takut dan cemas
2. Mengetahui cara mengatasi rasa takut dan cemas.
BAB II
PEMBAHASAN
PERASAAN TAKUT DAN CEMAS DALAM BERPIDATO
A.
Sebab-Sebab Utama Rasa Takut dan Cemas
Banyak hal yang dapat menjadi
penyebab rasa takut dan cemas ini. Perasaan ini juga tidak hanya dimiliki oleh
pembicara pemula, tetapi juga sering dialami oleh pembicara yang telah
berpengalaman lama dalam masalah pidato. Hendrikus (1991: 157) mengemukakan
sebab-sebab utama rasa takut dan cemas sebelum tampil di muka umum atau pada
saat berpidato sebagai berikut:
a.
Takut ditertawakan
b.
Takut berhenti di tengah pembicaraan karena kehilangan jalan
pikiran
b.
Takut akan orang yang lebih tinggi kedudukannya di antara
pendengar
a.
Takut karena tidak menguasai tema
b.
Takut membuat kesalahan
c.
Takut karena situasi yang luar biasa
d.
Takut mendapat kritik
e.
Takut kalau tidak bisa dimengerti
f.
Takut bahwa ceramah tidak lancar
g.
Takut kalau ungkapannya jelek dan tidak jelas
h.
Takut kehilangan muka
i.
Takut akan mendapat pengalaman yang jelek
j.
Takut karena membandingkan dengan pembicara lain yang lebih
baik
k.
Takut ditertawakan karena aksen yang salah
l.
Takut kalau harapan pendengar tidak terpenuhi
m. Takut kalau direkam atau difilmkan
n.
Takut kalau gerak mimik dan tubuh tidak sepadan, dsb.
B.
Cara Mengatasi Rasa Takut dan Cemas
Rasa takut dan cemas dalam berpidato
dapat diatasi dengan berbagai cara. Di antaranya yang terpenting adalah persiapan
yang teliti! Kalimat pertama dan terakhir harus dapat dihafal. Oleh karena itu seorang pembicara
perlu sekali:
a.
Membina kontak mata dengan pendengar
b.
Mengembangkan aktivitas dari/pada mimbar
c.
Jangan melambungkan tujuan terlalu tinggi
d.
Menganggap pendengar sebagai kawan, bukan lawan
e.
Berpikirlah bahwa Anda pasti tidak akan bisa memuaskan semua
orang
f.
Anggaplah tugasmu ini sebagai kesempatan untuk membuktikan diri dan
bukan ujian atau percobaan
g.
Kegagalan hendaknya dianggap sebagai kemenangan yang tertunda
h.
Berusahalah untuk menenangkan diri dan batin lewat pernapasan yang
baik
i.
Pilihlah tema yang baik dan tepat bagi pendengar
j.
Pendengar tidak menentang Anda! Mereka datang hanya untuk mendengar
ceramah Anda
k.
Ingatlah selalu kalimat ini: saya harus! saya mau! saya
sanggup!
l.
Ingatlah bahwa segala keberhasilan di dalam hidup ini selalu
didahului oleh rasa cemas dan takut.
Dalam kaitannya dengan adanya rasa
cemas dalam berpidato atau tampil di depan umum, maka pembicara perlu
memperhatikan dua belas hukum retorika, yaitu:
1.
Kepandaian berbicara dapat dipelajari,
2.
Latihlah dirimu dalam teknik berbicara,
3.
Hilangkan perasaan cemas – latihlah berbicara sambil
berpikir,
4.
Berpidato itu bukan membaca!
5.
Rumuskan tema pidato secara tajam!
6.
Pidato harus memiliki skema yang jelas!
7.
Awal yang menarik… penutup mengesankan!
8.
Saya tahu, saya mau, saya berhasil
9.
Tingkatkan argumentasi, dan siaga menghapi keberatan!
10. Yang membuat sang retor bahagia
adalah membawakan pidato!
11. Bicaralah jelas!
12. Latihan menciptakan juara!
Terkait dengan kesuksesan sebuah
pidato, Hendrikus (2003) menyampaikan ciri-ciri pidato yang baik, antara
lain.
1.
Pidato
yang saklik.
Pidato itu saklik apabila memiliki
objektivitas dan unsur-unsur yang mengandung kebenaran. Ada hubungan yang
serasi antara isi pidato dan formulasinya, sehingga indah didengar. Ada
hubungan yang jelas antara pembeberan masalah dengan fakta dan pendapat atau
penilaian pribadi.
2.
Pidato yang jelas.
Pembicara harus memilih ungkapan dan
susunan kalimat yang tepat dan jelas untuk menghindarkan salah pengertian.
3.
Pidato yang hidup.
Untuk menghidupkan sebuah pidato
dapat dipergunakan gambar, cerita pendek, dan kejadian-kejadian yang relevan
sehingga memancing perhatian pendengar. Pidato yang hidup dan menarik umumnya
diawali dengan ilustrasi, sesudah itu ditampilkan pengertian-pengertian abstrak
atau definisi.
4.
Pidato yang memiliki tujuan.
Setiap pidato harus memiliki tujuan,
yaitu apa yang mau dicapai. Dalam membawakan pidato, tujuan pidato harus sering
diulang dalam rumusan yang berbeda. Dalam satu pidato tidak boleh disodorkan
terlalu banyak tujuan dan pikiran pokok.
5.
Pidato yang memiliki klimaks.
Berusahalah menciptakan titik-titik
puncak dalam pidato untuk memperbesar ketegangan dan rasa ingin tahu pendengar.
Klimaks itu harus muncul secara organis dari dalam pidato itu sendiri dan bukan
karena mengharapkan tepukan tangan yang riuh dari para pendengar. Klimaks yang
dirumuskan dan ditampilkan secara tepat akan memberikan bobot kepada pidato
yang disampaikan.
6.
Pidato yang memiliki pengulangan.
Pengulangan dalam sebuah pidato itu
penting karena dapat memperkuat isi pidato dan memperjelas pengertian pendengar.
Pengulangan juga dapat menyebabkan pokok-pokok pidato tidak cepat dilupakan.
Yang perlu diingat adalah bahwa pengulangan hanya pada isi dan pesan, bukan
pada rumusan. Hal ini berarti bahwa isi dan arti tetap sama, akan tetapi
dirumuskan dengan mempergunakan bahasa yang berbeda.
7.
Pidato yang berisi hal-hal yang mengejutkan.
Memunculkan hal-hal yang mengejutkan
dalam pidato berarti menciptakan hubungan yang baru dan menarik antara
kenyataan-kenyataan yang dalam situasi biasa tidak dapat dilihat. Hal-hal yang
mengejutkan itu dapat menimbulkan ketegangan yang menarik dan rasa ingin tahu
yang besar, tetapi tidak dimaksudkan sebagai sensasi.
8.
Pidato yang dibatasi.
Sebuah pidato harus dibatasi pada
satu atau dua soal yang tertentu saja. Pidato yang isinya terlalu luas akan
menjadi dangkal. Apabila menurut pengamatan kita para pendengar sudah mulai
risau atau bosan, maka pidato harus segera diakhiri.
9.
Pidato yang mengandung humor.
Humor dalam sebuah pidato itu perlu,
hanya saja tidak boleh terlalu banyak sehingga memberi kesan bahwa pembicara
tidak sungguh-sungguh. Humor itu dapat menghidupkan pidato dan memberi kesan
yang tak terlupakan pada para pendengar. Humor dapat juga menyegarkan pikiran
pendengar, sehingga mencurahkan perhatian yang lebih besar pada pidato
selanjutnya.
BAB III
KESIMPULAN
Banyak hal yang dapat menjadi
penyebab rasa takut dan cemas ini. Perasaan ini juga tidak hanya dimiliki oleh
pembicara pemula, tetapi juga sering dialami oleh pembicara yang telah
berpengalaman lama dalam masalah pidato.
Rasa takut dan cemas dalam berpidato
dapat diatasi dengan berbagai cara. Di antaranya yang terpenting adalah
persiapan yang teliti! Kalimat pertama dan terakhir harus dapat dihafal. Terkait dengan kesuksesan sebuah
pidato, Hendrikus (2003) menyampaikan ciri-ciri pidato yang baik, antara lain: Pidato yang saklik., pidato yang jelas,
pidato yang
hidup, pidato yang memiliki tujuan, pidato
yang memiliki klimaks, pidato yang memiliki pengulangan, pidato yang berisi hal-hal yang mengejutkan, pidato yang dibatasi, pidato yang mengandung humor.
DAFTAR PUSTKA
Arsjad,
Maidar G. dan Mukti U.S. 1991. Pembinaan
Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar