Senin, 05 Januari 2015

PERASAAN TAKUT DAN CEMAS DALAM BERPIDATO



MAKALAH BERBICARA II
PERASAAN TAKUT DAN CEMAS DALAM BERPIDATO

 



Oleh :
Kelompok III
      1. Iin Fitriyani
      2. Wartinah
Dosen Pembimbing:Ayu Puspita Indah Sari M,pd.


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS BINA DARMA PALEMBANG
2014/2015







KATA PENGANTAR


 Puji syukur kehadirat Allah SWT, karna rahmat dan hidayah-Nya, penyusunan makalah ini bisa diselesaikan. Untaian sholawat dan salampun tidak lupa dituturkan tertuju kepada junjungan kita, Baginda Nabi Muhammad SAW. Kami tidak hanya bersyukur kepada-Nya saja tetapi kami mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang telah membantu kami.
Kami membuat makalah ini bertujuan untuk menyelasaikan tugas yang diberikan oleh dosen. Dari pembuatan makalah ini tidak hanya menyelesaikan tugas, tetapi bertujuan menambah pengetahuan dan wawasan kita yang berkaitan dengan Perasaan Takut dan Cemas dalam Berpidato.
Kiranya makalah ini bisa menambah pengetahuan bagi pembaca. Meski begitu, penulis sadar bahwa makalah ini perlu untuk dilakukan perbaikan dan penyempurnaan. Untuk itu, saran dan kritik yang membangun dari pembaca akan kami terima dengan senang hati.







Palembang, 10 November 2014


                                                                                                Penulis



 





DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR ……………………………………………..………          1
DAFTAR ISI ……………………………………………………………….           2
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………….          3
1. Latar Belakang Masalah …………………..…………………………
.…..           3
2. Rumusan Masalah……………………………………………………
..…..           4
3. Tujuan ..…………………………………….……………………
..………           4
BAB II PEMBAHASAN ………………………………………………
.…..          5
1.
Sebab-Sebab Utama Rasa Takut Dan Cemas……………………..……….          5
2.
Cara Mengatasi Rasa Takut Dan Cemas…………………………....…..           6
BAB III
KESIMPULAN …………………………………………….……..         9
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………
..…..         10








BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Rasa takut dan cemas yang sering kali membuat kita gugup ketika kita hendak berbicara kepada orang publik merupakan gejala alami manusia. Setiap manusia mengali hal itu. Gejalanya bisa bermacam-macam: bibir kering, perut mual, keringat dingin, lutut gemetar, detak jantung makin berdebar-debar dan macam-macam lagi karena setiap orang mengalami gejala yang berbeda-beda.
Rasa takut dan cemas seperti itu sebaiknya dianggap sebagai sesuatu yang positif saja, karena hal ini menandakan bahwa dalam diri kita ada kesadaran bahwa tidak semua hal terjadi secara rutin. Selain itu memberi tanda pada kita bahwa kita tidak menilai diri sendiri lebih dari yang sebenarnya: kita bersikap realistis. Di lain pihak, rasa takut dan cemas justru menandakan bahwa orang memiliki kesadaran akan keberhasilan. Rasa takut dan cemas bukan menunjukkan bahwa orang yang bersangkutan tidak bisa atau tidak sanggup.
Rasa takut dan cemas sebelum berpidato (atau bicara di depan umum) tidak bisa dilenyapkan sama sekali; sama halnya dengan cinta murni yang tak bisa lepas dari perasaan curiga dan was-was. Namun seseorang yang pandai berbicara di depan umum dapat mengatasi rasa takut dan cemas itu, sehingga tidak lagi menjadi beban yang melumpuhkan baginya, namun sebagai aba-aba supaya orang dapat mencapai hasil yang lebih baik lagi.
Bila orang tidak memiliki rasa takut dan cemas, maka mudah sekali ia menjadi orang yang sombong, takabur, tanpa perasaan, terlalu menganggap diri hebat. Ia juga akan kurang mempedulikan situasi dan kebutuhan pendengar/publiknya, dan justru di sanalah terletak bahaya kegagalan dalam berpidato.
Dengan demikian rasa takut dan cemas menjadi “peringatan” bagi kita supaya kita mempersiapkan lebih sungguh-sungguh lagi sebelum tampil berpidato/bicara di depan umum. Rasa takut dan cemas mengajarkan pada kita akan sikap rendah hati. Kerendahan hati menjadi sikap dasar, spirit bagi public speaker karena dia menjadi pusat perhatian bagi banyak orang.

B.     Rumusan Masalah
1.         Apa saja sebab-sebab utama rasa takut dan cemas.
2.         Bagaimana cara mengatasi rasa takut dan cemas.

C.     Tujuan Penulisan 
1.        Mengetahui sebab-sebab utama rasa takut dan cemas
2.    Mengetahui cara mengatasi rasa takut dan cemas.






BAB II
PEMBAHASAN
PERASAAN TAKUT DAN CEMAS DALAM BERPIDATO


A.     Sebab-Sebab Utama Rasa Takut dan Cemas 
Banyak hal yang dapat menjadi penyebab rasa takut dan cemas ini. Perasaan ini juga tidak hanya dimiliki oleh pembicara pemula, tetapi juga sering dialami oleh pembicara yang telah berpengalaman lama dalam masalah pidato. Hendrikus (1991: 157) mengemukakan sebab-sebab utama rasa takut dan cemas sebelum tampil di muka umum atau pada saat berpidato sebagai berikut:
a.         Takut ditertawakan 
b.        Takut berhenti di tengah pembicaraan karena kehilangan jalan pikiran 
b.        Takut akan orang yang lebih tinggi kedudukannya di antara pendengar 
a.         Takut karena tidak menguasai tema 
b.        Takut membuat kesalahan 
c.         Takut karena situasi yang luar biasa 
d.        Takut mendapat kritik 
e.         Takut kalau tidak bisa dimengerti 
f.         Takut bahwa ceramah tidak lancar 
g.        Takut kalau ungkapannya jelek dan tidak jelas 
h.        Takut kehilangan muka 
i.          Takut akan mendapat pengalaman yang jelek 
j.          Takut karena membandingkan dengan pembicara lain yang lebih baik 
k.        Takut ditertawakan karena aksen yang salah 
l.          Takut kalau harapan pendengar tidak terpenuhi 
m.      Takut kalau direkam atau difilmkan 
n.        Takut kalau gerak mimik dan tubuh tidak sepadan, dsb.

B.     Cara Mengatasi Rasa Takut dan Cemas
Rasa takut dan cemas dalam berpidato dapat diatasi dengan berbagai cara. Di antaranya yang terpenting adalah persiapan yang teliti! Kalimat pertama dan terakhir harus dapat dihafal. Oleh karena itu seorang pembicara perlu sekali: 
a.         Membina kontak mata dengan pendengar 
b.        Mengembangkan aktivitas dari/pada mimbar 
c.         Jangan melambungkan tujuan terlalu tinggi 
d.        Menganggap pendengar sebagai kawan, bukan lawan 
e.         Berpikirlah bahwa Anda pasti tidak akan bisa memu­as­kan semua orang 
f.         Anggaplah tugasmu ini sebagai kesempatan untuk membuktikan diri dan bukan ujian atau percobaan 
g.        Kegagalan hendaknya dianggap sebagai kemenang­an yang tertunda 
h.        Berusahalah untuk menenangkan diri dan batin lewat pernapasan yang baik 
i.          Pilihlah tema yang baik dan tepat bagi pendengar 
j.          Pendengar tidak menentang Anda! Mereka datang ha­nya untuk mendengar ceramah Anda 
k.        Ingatlah selalu kalimat ini: saya harus! saya mau! saya sanggup! 
l.          Ingatlah bahwa segala keberhasilan di dalam hidup ini selalu didahului oleh rasa cemas dan takut. 

Dalam kaitannya dengan adanya rasa cemas dalam berpidato atau tampil di depan umum, maka pembicara perlu memperhatikan dua belas hukum retorika, yaitu:
1.        Kepandaian berbicara dapat dipelajari, 
2.        Latihlah dirimu dalam teknik berbicara, 
3.        Hilangkan perasaan cemas – latihlah berbicara sam­bil berpikir, 
4.        Berpidato itu bukan membaca! 
5.        Rumuskan tema pidato secara tajam! 
6.        Pidato harus memiliki skema yang jelas! 
7.        Awal yang menarik… penutup mengesankan! 
8.        Saya tahu, saya mau, saya berhasil 
9.        Tingkatkan argumentasi, dan siaga menghapi keberatan! 
10.    Yang membuat sang retor bahagia adalah membawakan pidato! 
11.    Bicaralah jelas! 
12.    Latihan menciptakan juara!

Terkait dengan kesuksesan sebuah pidato, Hendrikus (2003) menyam­pai­kan ciri-ciri pidato yang baik, antara lain.
1.        Pidato yang saklik.
Pidato itu saklik apabila memiliki objektivitas dan unsur-unsur yang mengandung kebenaran. Ada hubungan yang serasi antara isi pidato dan formulasinya, sehingga indah didengar. Ada hubungan yang jelas antara pembeberan masalah dengan fakta dan pendapat atau penilaian pribadi.
2.        Pidato yang jelas. 
Pembicara harus memilih ungkapan dan susunan kalimat yang tepat dan jelas untuk menghindarkan salah pengertian.
3.        Pidato yang hidup. 
Untuk menghidupkan sebuah pidato dapat dipergunakan gambar, cerita pendek, dan kejadian-kejadian yang relevan sehingga memancing perhatian pendengar. Pidato yang hidup dan menarik umumnya diawali dengan ilustrasi, sesudah itu ditampilkan pengertian-pengertian abstrak atau definisi.
4.        Pidato yang memiliki tujuan. 
Setiap pidato harus memiliki tujuan, yaitu apa yang mau dicapai. Dalam membawakan pidato, tujuan pidato harus sering diulang dalam rumusan yang berbeda. Dalam satu pidato tidak boleh disodorkan terlalu banyak tujuan dan pikiran pokok.
5.        Pidato yang memiliki klimaks.
Berusahalah menciptakan titik-titik puncak dalam pidato untuk memperbesar ketegangan dan rasa ingin tahu pendengar. Klimaks itu harus muncul secara organis dari dalam pidato itu sendiri dan bukan karena mengharapkan tepukan tangan yang riuh dari para pendengar. Klimaks yang dirumuskan dan ditampilkan secara tepat akan memberikan bobot kepada pidato yang disampaikan.


6.        Pidato yang memiliki pengulangan.
Pengulangan dalam sebuah pidato itu penting karena dapat memperkuat isi pidato dan memperjelas pengertian pende­ngar. Pengulangan juga dapat menyebabkan pokok-pokok pidato tidak cepat dilupakan. Yang perlu diingat adalah bahwa pengulangan hanya pada isi dan pesan, bukan pada rumusan. Hal ini berarti bahwa isi dan arti tetap sama, akan tetapi dirumuskan dengan mempergunakan bahasa yang berbeda.
7.        Pidato yang berisi hal-hal yang mengejutkan.
Memunculkan hal-hal yang mengejutkan dalam pidato berarti menciptakan hubungan yang baru dan menarik antara kenyataan-kenyataan yang dalam situasi biasa tidak dapat dilihat. Hal-hal yang mengejutkan itu dapat menimbulkan ketegangan yang menarik dan rasa ingin tahu yang besar, tetapi tidak dimaksudkan sebagai sensasi.
8.        Pidato yang dibatasi.
Sebuah pidato harus dibatasi pada satu atau dua soal yang tertentu saja. Pidato yang isinya terlalu luas akan menjadi dangkal. Apabila menurut pengamatan kita para pendengar sudah mulai risau atau bosan, maka pidato harus segera diakhiri. 
9.        Pidato yang mengandung humor.
Humor dalam sebuah pidato itu perlu, hanya saja tidak boleh terlalu banyak sehingga memberi kesan bahwa pembicara tidak sungguh-sungguh. Humor itu dapat menghidupkan pidato dan memberi kesan yang tak terlupakan pada para pendengar. Humor dapat juga menyegarkan pikiran pendengar, sehingga mencurahkan perhatian yang lebih besar pada pidato selanjutnya.






BAB III
KESIMPULAN

Banyak hal yang dapat menjadi penyebab rasa takut dan cemas ini. Perasaan ini juga tidak hanya dimiliki oleh pembicara pemula, tetapi juga sering dialami oleh pembicara yang telah berpengalaman lama dalam masalah pidato.
Rasa takut dan cemas dalam berpidato dapat diatasi dengan berbagai cara. Di antaranya yang terpenting adalah persiapan yang teliti! Kalimat pertama dan terakhir harus dapat dihafal. Terkait dengan kesuksesan sebuah pidato, Hendrikus (2003) menyam­pai­kan ciri-ciri pidato yang baik, antara lain: Pidato yang saklik., pidato yang jelas, pidato yang hidup, pidato yang memiliki tujuan, pidato yang memiliki klimaks, pidato yang memiliki pengulangan, pidato yang berisi hal-hal yang mengejutkan, pidato yang dibatasi, pidato yang mengandung humor.





DAFTAR PUSTKA

Arsjad, Maidar G. dan Mukti U.S. 1991. Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar